Desa Sarwadadi Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon
Desa Sarwadadi, Talun Cirebon
Pada kegiatan KKM(Kuliah Kerja Mahasiswa) Universitas Muhammadiyah Cirebon tahun 2022 mahasiswa melakukan kegiatan di salah satu Desa yang berada di wilayah Kec Talun Kab Cirebon yaitu Desa Sarwadadi. Sarwadadi adalah desa di kecamatan Talun, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia.
Tujuan diadakannya KKM ini adalah mencetak Mahasiswa yang bisa mengembangkan, membagi ilmu pengetahuan dan salah satu bentuk realisasi dari isi Tridarma Perguruan Tinggi berupa pengabdian kepada masyarakat, sebagai tanggung jawab sosial dan profesionalisme suatu perguruan tinggi dalam pemberdayaan masyarakat menuju pemerataan pembangunan.
Melakukan wawancara ke beberapa narasumber untuk mengetahui Sejarah Asal Usul Desa, dan Potensi yang ada di desa Sarwadadi itu sendiri
pertama-tama

Sejarah Srawadadi, Talun Cirebon
Berbicara adanya Sarwadadi terlebih dahulu akan
diceritakan adanya dua Kerajaan besar yang pernah ada di Sarwadadi yaitu
Kerajaan Indraprahasta dan Kerajaan Wanagiri, karena kedua Kerajaan ini sangat
berkaitan erat dengan berdirinya Padepokan Sarwadadi.
Namun mohon maklum sejarah ini dipersembahkan untuk
keturunan Sarwadadi, agar tahu sejarah Desa Sarwadadi yang kemudian dapat
menghormati serta ingat akan Purwadaksina.
Kerajaan Indraprahasta
Jauh sebelum ajaran agama Islam muncul dan berkembang
ditanah jawa tepatnya tahun 363 masehi dipesisir pantai utara Jawa Barat telah
berdiri sebuah Kerajaan besar yaitu Kerajaan Indraprahasta yang didirikan oleh
Maharesi dari India yang bernama Maharesi Sentanu Dewa (Keturunan Dewa
Kemanusiaan/Betara Kresna). Beliau adalah seorang Brahmana dari Gunung Himalaya
(Gunung tertinggi didunia) tepatnya dari wilayah hulu sungai Gangga India.
Maharesi Sentanu Dewa mengungsi ketanah Jawa dengan ditemani
hanya dengan seekor kuda, karena dinegaranya sedang timbul kekacauan terutama
adanya serangan dari saudaranya sendiri yaitu Raja Magada Samudra Gupta.
Kedatangan ditanah Jawa disamping menghindarkan diri dari
kerusuhan yang ditimbulkan oleh adanya
keangkaramurkaan saudaranya, Ia juga menghindar namun tetap dalam satu naungan
Gunung Himalaya. Sehingga dia mencari anak gunung Himalaya yang ada ditanah
jawa. Maka ditemukanlah Sang Maharesi dengan burung Cangak yang Ia cari. Burung
Cangak berada dipinggir laut jawa tepatnya di Simandung. Dengan menaiki sebuah
perahu kayu Sang Maharesi yang ditemani seekor kuda kesayangannya datang dari
India ketanah jawa.
Sesampainya di gunung Cangak Ia simpan perahu kayunya,
kemudian perahu kayu tersebut lambat laun
membatu karena dimakan usia. Maka sekarang ada yang bernama batu perahu
didaerah tersebut, kemudian kudanya dimandikan ditempat tersebut, sehingga
sekarang ada yang disebut kedung kuda.
Gunung Cangak walau
gunungnya kecil namun merupakan anak gunung Himalaya, tak heran walau
gunungnya kecil namun dibawahnya ada lahar panas, sampai sekarangpun masih
mengeluarkan asap belirang yang sangat
menyengat.
Kemudian setelah mendarat ditanah tersebut Maharesi Sentanu
berkelana dibawah tanah jawa, kemudian bertemu dengan salah seorang puteri nan
cantik yaitu puterinya seorang Raja Dewa Warman VIII yang bernama Dewi Indari.
Raja Dewa Warman berada dipantai barat Pandeglang. Dengan
memberanikan diri Maharesi Sentanu melamar puteri tersebut kepada raja Dewa
Warman VIII, dengan hati yang tulus ikhlas niat Sang Resi dikabulkan, maka
menikahlah Maharesi Sentanu dengan Dewi Indari. Kemudian Maharesi Sentanu yang
didampingi sang Isteri makin tersohor karena keramahannya juga sakti tak
tertandingi juga Ia selalu menyayangi setiap manusia, Ia selalu menolong bagi
orang yang sedang mengalami kesusahan, sehingga makin lama makin banyak
orang-orang disekitarnya menemani kemana Sang Maharesi Pergi.
Kemudian Maharesi Sentanu didampingi isteri dan rakyat pengikutnya mendirikan sebuah kerajaan yaitu Kerajaan Indraprahasta yang didirikan tahun 363 masehi. Kerajaan Indraprahasta sangat subur makmur rakyat tenteram aman serta disegani oleh kerajaan-kerajaan lainnya sehingga Maharesi Sentanu diberi gelar Sang Maha Prabu Sakala Kretabhuana.
SETU GANGGANADHI
Namun namanya manusia selalu saja ingat akan kampung halaman, kampung saat Ia dilahirkan yaitu dihulu Sungai Gangga gunung Himalaya India. Dan masa kejayaannya untuk mengenang akan kampung halamannya kemudian Ia membuat duplikat sungai Gangga di kerajaan Indraprahasta, selanjutnya Ia membuat Setu untuk dipersiapkan bagi keturunannya nanti. Setu ini merupaka duplikat setu yang ada disungai Gangga digunung Himalaya India yang merupakan tempat mandi sucinya keturunan Betara Wisnu yaitu Betara Kresna pada waktu menjadi Dewa Kemanusiaan. Disetu Kerajaan Indraprahastapun tempatnya mandi suci keturunan Sang Maha Prabu Sakala Kretabhuana. Setu ini sangat dikeramatkan dan diberi nama Setu Gangganadi.
Disetu inilah yang merupakan tempat mandi suci keturunan
raja-raja Indraprahasta bahkan keturunan
Tarumanagara. Di tempat ini pula dibuat tempat pemujaan para
leluhurTarumanagara dan Indraprahasta yaitu meniru kebiasaan yang dilakukan
disungai Gangga India. Kemudian Dibuat prasasti pemujaan dengan gambar tapak
tangan Sang Purnawarman.
Sungai yang mengalir dari pusat kerajaan kearah laut kearah setu Gangganadi oleh
keturunan Sang Prabu terus dilakukan namun lambat laun tradisi ini makin pudar
makin sirna. Mandi suci tersebut dinamai Ngirab (Mandi suci demi Sang
Purnawarman) agar mendapat keberkahan hidup serta tetap ada dalam lindungan
Sang raja. Setu Gangganadi tempatnya tepat disebelah selatan tanjakan setu
Gangga, namun tempat ini sudah sirna ditelan waktu yang ada hanya tinggal
sungainya saja yaitu Kali Drajat sekarang.
Sang Prabu Indraprahasta atau Prabu Sakala Kretabhuana setelah menikah dengan Dewi Indari dikaruniai seorang putra bernama Jayastayanagara, dari keturunan inilah kisah raja-raja Indraprahasta dapat dikisahkan dan dirangkum oleh Ki Wangsakerta,
Raja-raja yang pernah berkuasa di Indraprahasta yaitu :
1. Prabu Sentanu Dewa/ Prabu Sakala Kretabhuana berkuasa 363
m – 398 m, menikah dengan Dewi Indari
(Puteri raja Dewa Warman VIII) Pandeglang, Dikaruniai Putra bernama
Jayastayanagara.
2. Prabu Jayastayanagara berkuasa tahun 398 m-421 m, menikah
dengan Dewi Ratna Manik (Puteri Raja Wisnu Murti/ Raja Maleber),
dikaruniai putra bernama Wirabanyu
3. Prabu Wirabanyu berkuasa tahun 421 m - 444 m, menikah
dengan Dewi Nilemsari (puteri kerajaan Manukrawa/bawahan kerajaan Tarumanagara,
dikaruniai anak bernama Suklawati, kemudian menikah dengan raja Tarumanagara
(Warna Dewaji)
4. Prabu Warna Dewaji berkuasa tahun 444 m – 471 M
5. Prabu Raksahariwangsa berkuasa tahun 471 m – 507 m
6. Prabu Tirtamanggala berkuasa tahun 507 m – 526 m
7. Prabu Astadewa berkuasa tahun 526 m – 540 m
8. Prabu Jayanagranaga berkuasa tahun 540 m – 556 m
9. Prabu Raja Resi Padmayasa berkuasa tahun 556m-590 m
10.Prabu Andabhuana berkuasa tahun 590 m – 636 m
11.Prabu Wisnu Murti berkuasa tahun 636 m – 661 m,
puteri sulungnya yang bernama Dewi
Ganggasari dinikahi raja Linggarma (Raja Tarumanagara XII)
12.Tarumanagara berkuasa 661 m – 707 m, Prabu
Padmahariwangsa berkuasa tahun 707 m – 719 m, dikaruniai anak yaitu : Dewi
Citra Kirana menikah dengan Prabu Purbasura. Prabu Purbasura adalah cucu dari
Rajagaluh I (Raja Wretikandayun). Anak yang kedua Wiratara, dan anak yang ketiga
Dewi Ganggakirana yang menikah dengan raja Wanagiri Pertama Adipati Kusala.
13. Wiratara berkuasa
tahun 719 m – 723 m.
Dizaman berkuasanya Prabu Wiratara inilah kerajaan
Indraprahasta mengalami kehancuran atau berakhirnya kerajaan Indraprahasta, hal
ini dikarenakan Pada saat Purbasura (Cucu Rajagaluh I /Raja Wretikandayun)
merebut tahta kerajaan Galuh dari Raja Bratasena. Ia meminta bantuan pasukan
Indraprahasta untuk merebut tahta kerajaan Galuh dan pada saatitu peperangan
langsung dipimpin oleh Prabu Wiratara yang kemudian raja Bratasena (Rajagaluh)
melarikan diri bersama dengan permaisuri bernama Dewi Parwati serta anaknya
yang masih kecil bernama Sanjaya ke kerajaan Mataram (Kalingga).
Dewi Parwati adalah anak dari raja Kalingga (Jawa tengah), Setelah
anaknya dewasa Ia merebut kembali kerajaan Galuh dari Prabu Purbasura dan
pasukan Indraprahasta yang dahulu membantu Purbasura dipukul mundur serta
kerajaan Indraprahasta dihancurkan sehingga rata dengan tanah tidak ada bekas.
Ditahun inilah (tahun 723 m) kerajaan Indraprahasta sirna dari bumi. Prabu
Sanjaya menikah dengan Dewi Manasih (Putra Raja Linggawarman), Dewi Manasih
adalah cucu dari raja sunda (Tarusbawa)
Dengan musnahnya kerajaan Indraprahasta maka Sanjaya
bermaksud menghidupkan kembali kerajaan ini karena sebenarnya Sanjaya sangat
menyesal telah menghancurkan Indraprahasta dimana sebenarnya bukan
Indraprahasta yang bersalah namun itu semua atas suruhan Purbasura, ditambah
sebenarnya bahwa kerajaan Indraprahasta masih merupakan keturunan dari
pendahulu Sanjaya (saudara tua), namun apa hendak dikata nasi telah menjadi
bubur, sehingga Sanjaya ingin membangkitkan kerajaan leluhurnya itu dan diberi
nama Kerajaan Wanagiri. Dan sebagai penguasanya diserahkan kepada Adipati
Kusala.
Kerajaan Wanagiri
Adipati Kusala sebagai penguasa kerajaan Wanagiri berkuasa
tahun 719 m sampai dengan tahun 727 m, kemudian diganti oleh putranya bernama
Raksadewa yaitu tahun 727 m sampai dengan 750 m, setelah itu diganti lagi oleh
anaknya yang bernama Ganggapermana.
Ganggapermana adalah sebagai raja Carbon pertama.
Ganggapermana mempunyai putri bernama Dewi Ratna Kirana, yang kemudian menikah
dengan Raden Giri Dewata atau lebih dikenal Ki Ageng Kasmaya.
Giri Dewata atau Ki Agengkasmaya atau Rakaragawarna adalah anak sulung dari Prabu Bunisora Soradipati atau Betara Guru seorang raja Linggabuana yang arif bijaksana disenangi rakyat dan disegani oleh kerajaan-kerajaan lain.
Prabu Bunisora Soradipati mempunyai anak bernama Giri
Dewata/Ki Agengkasmaya/Rakaragawarna lahir tahun 1347 m dan wafat tahun 1437 m.
Bratalegawa yang menikah dengan Dewi Farhana (Wanita asal
gujarat) dan telah beragama Islam, kemudian Bratalegawa masuk Islam yang
kemudian Ia melaksanakan rukun Islam yang terakhir (Naik Haji) ketanah suci.
Sehingga di Indonesia Bratalegawalah orang yang pertama kali naik haji dan
berganti nama Baharudin Aljawi atau penyandang haji Purwa (pertama).
Dari pernikahannya dikaruniai seorang puteri bernama Hadijah
yang kemudian menikah dengan Syeh Datuk Kahfi. Ratu Banawati atau Ratu
Mayangsari selanjutnya menikah dengan
raja Kawali bernama Raja Wastu Kencana yang kemudian menurunkan pendiri
kerajaan Padjadjaran.
Kerajaan Wanagiri berakhir pada masa pemerintahannya yang dipimpin oleh Ki Ageng Kasmaya/Giri Dewata yaitu penguasa Wanagiri ke 8 dari dinasti Sanghyang Betara Adiluhur. Dikarenakan Ia sudah tidak lagi berkeinginan untuk menjadi raja atau penguasa pemerintahan, Ia ingin hidup damai disebuah tempat yang sepi dari keramaian manusia.
HUBUNGAN KERAJAAN WANAGIRI DENGAN KERAJAAN KAWALI
KERAJAAN KAWALI
Raja Kawali bernama Prabu Wastu Kencana menikah dengan Dewi
Mayangsari (Dewi Banawati) yaitu adik dari Ki Ageng Kasmaya (Giri Dewata) dan
dikaruniai anak bernama :
1.Dewa Niskala, yang kemudian menggantikan ayahandanya
menjadi raja di Kawali dan Prabu Dewa Niskala mempunyai anak bernama Sri Baduga
(Prabu Siliwangi) raja Padjadjaran, kemudian Prabu Siliwangi mempunyai anak :
RadenWalangsungsang
NyiRatuRarasantang
Raden Kian Santang
Raden Walangsungsang disebut Embah Kuwu Cirebon
Girang/Pangeran Cakrabuana atau Sapujagat. Nyi Rarasantang menikah dengan Raja
Mesir dan dikaruniai anak bernama Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), sedangkan
Raden Kian Santang menjadi penyebar agama Islam diwilayah selatan.
- Ki AgengSurawijaya
- Ki Ageng Sindangkasih
- Ki Ageng Tapa, menikah dengan Nyai Ratna Kranjang dan
dikaruniai anak bernama Nyai Ratu Subanglarang, kemudian Nyi Ratu Subanglarang
menikah dengan Sri Baduga Prabu Siliwangi pendiri kerajaan Padjadjaran.
2. Kerajaan Wanagiri
Raja Wanagiri
bernama Ki Ageng Kasmaya menikah dengan
Nyi Ratna Kirana dengan pernikahannya dikaruniai anak :
Ki Gedeng Carbon
Girang, puterinya bernama Nyai Arumsari, kemudian menikah dengan Ki Danusela
Ki Ageng Senggarung
Nyi Endang Sekati
Nyi Lararuko, kemudian menjadi isteri Ki Dampu Awang
Nyi Ratna Kranjang, kemudian menjadi isteri Ki Ageng Tapa.
Dari hubungannya antara kerajaan Kawali dengan kerajaan
Wanagiri, maka selanjutnya diteruskan kerajaan besar di Jawa Barat yaitu
Kerajaan Padjadjaran dengan rajanya Sri Baduga Prabu Siliwangi. Raja yang adil
bijaksana disenangi hamba rakyatnya yang kemudian menurunkan keturunan pemeluk
dan penyebar agama di Jawa yaitu Raden Walangsungsang dan Nyimas Rrasantang
Padepokan Soradadi
Dengan berakhirnya kekuasaan kerajaan Wanagiri karena rajanya Ki Ageng Kasmaya sudah tidak berminat lagi meneruskan menjadi seorang penguasa kerajaan, Ia bermaksud ingin bertapa menyendiri tidak mau lagi berhubungan dengan keramaian dunia, maka Ki Ageng Kasmaya mulai berdiam diri disebuah Padepokan. Kemudian Pada tahun 1377 m Padepokannya diberi nama Padepokan Soradadi.
Nama Sarwadadi berasal dari kata Sora dan Dadi yang mulanya
bahwa Ki Ageng Kasmaya sangat menyayangi dan mengagumi ayahnya sehingga Ia
mengenang ayahnya Prabu Bunisoradipati mempunyai suara (sora) yang disegani dan
dihormati rakyatnya dan setiap ucapan atau suaranya sangat disenangi dan selalu
terbukti atau nyata(dadi). Dengan mendiami padepokannya walaupun sepi sunyi
dari kehidupan manusia Ia sangat senang berdiam diri dipadepokan ini rakyatnya
selalu menggunakan bahasa sunda. Selanjutnya kata ‘’Sora’’ menjadi ‘’Sarua’’
(sama), kemudian berubahlah nama Soradadi menjadi Saruadadi atau Sarwadadi.
Padepokan ini terlihat sangat subur wilayahnya dan makin
lama keturunannya makin banyak berdiam dipadepokan ini karena merupakan
Griyacalamadu (Padepokan kelihatannya manis). Dan sebagai penguasa padepokan Ki
Ageng Kasmaya (1377 m – 1437 m) pernah berpesan bahwa kita sebagai penguasa
atau pimpinan harus bisa melakukan Hastabrata (8 pegangan atau 8 cecekel/8
tangan) dan mengayomi rakyat serta tidak boleh mementingkan diri sendiri, kalau
tidak bisa maka akan gugur sebagai penguasa (pemimpin).
Untuk lebih tersusunnya urutan penguasa padepokan, maka
penulis mencatat orang-orang yang pernah menjadi penguasa di Sarwadadi, yaitu :
1.Ki Ageng Kasmaya (Giri Dewata) tahun 1377 – 1437 m
2.Ki Gedeng Carbon Girang tahun 1437 – 1493 m
3.Ki Dani Sela tahun 1493 – 1553 m
4.Ki Dampu Awang tahun 1553 – 1623 m
5.Ki Natakarya tahun 1623 – 1673 m
6.Ki Anggasura tahun 1673 - 1718 m
7.Ki Rebeng tahun 1728 – 1757 m
8.Ki Jaka Tali Angin tahun 1757 – 1797 m
9.Nyai Geden Mangkunegara tahun 1797 – 2837 m, suami Nyai
Geden Mangkunegara saat itu sebagai
penguasa digunung Kumbang (Kuningan)
10.Ki Kuwu Wangsa Dinata tahun 1837 – 1869 m
11.Ki Kuwu Kaslim tahun 1869 – 1895
12.Ki Kuwu Raksa Wijaya tahun 1895 – 1924
13.Ki Kuwu Kerta Dinata tahun 1924 – 1948
14.Ki Kuwu Surasa tahun 1948 – 1967
15.Ki Kuwu Sujana tahun 1967 – 1983
16.Ki Kuwu Juhana tahun 1984 – 1995 (penulis sejarah)
17.Ki Kuwu Kanta tahun 1995 – 2003
18.Ki Kuwu Edi Lukman tahun 2006 – 2008
19.Ki Kuwu Carsim tahun 2016 – 2021 Sekarang
Komentar
Posting Komentar